Minggu, 05 September 2010

Cerita 3 : Usaha Yang Sia Sia ...

Pagi itu udara begitu dingin. Rasanya seperti air es di musim kemarau yang panas membakar. Tara sudah mendahului teman-temannya di Kantin Pa Zaenal. Anehnya Tara membuka ketiga kancing baju bagian atasnya dan berkipas kipas dengan salah satu buku tulisnya yang tampak seperti baru.

”Gerah toh Nak” tanya Pak Zaenal.
”Benar Pak ... ko Bapak tampak kedinginan, Tara Balik bertanya.
”Lah orang dinginnya seperti es begini ko copot baju, nak Tara ini lagi sakit apa habis membakar sesuatu ?
”Ya lengket aja Pak... lengket dan  panas sekali ...” jawabnya. Pak Zaeal hanya heran. Sementara Tara mengipas ngipas bajunya karena kegerahan. Tapi Pak Zaenal merasakan ada sesuatu yang ganjil pada Tara, pasti ada sesuatu, pikirnya.

Tak lama kemudian Cacan dan Radhe berkerubut masuk ke kantin dengan menggunakan baju sweater yang sama modelnya namum berbeda warna. Tampak seperti saudara kembar. Tanpa basa basi kedua anak tersebut langsung memesan teh manis panas. Keduanya tidak melihat Tara. Baru setelah Pak Zaenal membuka obrolan lagi dengan Tara. Kedua anak itu terhenyak.

”Wah .. Tara .. Tara kamu ini aneh ..., masak dingin seperti ini malah kipas kipas” tanya Cacan.  ”Iya nih Can ..,  aku memang lagi kegerahan, rasanya seperti ada bara dalam dadaku”
”Kamu sakit kah ..” tanya Cacan ulang. ”Sakit Gendutmu ....  ada sesuatu yang menganjal didadaku .. ” jawab Tara.

”Wow ..  rupanya ada sesuatu yang bisa kita bahas di pagi ini... enak rasanya sambil menikmati teh manis !! Obrolan pagi hari ... siapa tahu kita kita jadi anggota dewan suatu hari nanti” Radhe berusaha untuk ikut terlibat dengan obrolan antara Tara dan Cacan.

”Begini Dhe... Can, kamu percaya ga sih .. sebenarnya kita tidak harus bersusah payah belajar dan berlatih untuk pelajaran kita disekolah. Kita hanya harus berdoa saja ...., nanti juga Tuhan akan memberikan apa mau kita ??.. kata Tara mencoba untuk membuka diskusi tentang apa yang mengganjal dadanya.

”Ah masa sih ..., apa memang bisa begitu ?”  tanya Cacan dan Radhe hampir bersamaan. ”Iya .. itu yang aku lihat yang dilakukan Azril. Seharian yang dilakukannya adalah berdoa aja tanpa ada usaha untuk belajar. Sebenarnya aku sendiri juga jadi bingung .. apa iya  seperti itu ?? Ungkap Tara sedikit bingung. ”Tapi aku juga tidak tahu apakah caranya manjur atau tidak” tambahnya.

”Ehm ...Ehm ....” Pak Zaenal yang sedari tadi mendengarkan  obrolan ketiga anak remaja itu mencocba untuk memecah konsentrasi dan berkata ” Maaf ya anak – anak ... boleh Bapak ikutan berdiskusi ? tanyanya sopan dan penuh rasa ingin memberitahu. ”Oh .. boleh Pak .. boleh .. inikan obran anak-anak bau kencur pak he he ... ” jawab Cacan sekenanya.

Iya  .. iya walaupun anak-anak kalo memang bau ya bau ..... jangan nyalahin kencur dong .. he he he ” balas Pak Zaenal meledek Cacan. ”Begini ya anak – anak .... ” katanya memulai cerita. ”Dulu jamannya Bapak seusia kalian Bapak melakukan yang nak Azril lakukan, Bapak hanya berdoa mudah mudahan Tuhan membuat bapak menjadi pintar secara mendadak... bahkan Bapak melakukan puasa sampai menyiksa badan sendiri karena keinginan Bapak itu. Ibu dan Bapak menjadi khawatir dengan kondisi Bapak waktu itu, kurus kering, kurang tidur, lesu dan tidak bergairah .., pokoknya Bapak menjadi anak yang aneh  ... ” katanya mengenang masa mudanya.

”Tapi .. apa yang  bapak dapat ...., boro - boro pintar mendadak yang ada Bapak malah Sakit dan ketinggalan pelajaran” tambahnya. ”Bapak menjadi anak yang bodoh ... ” Sampai sekarang Bapak tidak bisa berhitung dan membaca, karena Bapak yakin Tuhan akan membuat Bapak pintar secara mendadak waktu itu. Sampai suatu ketika Bapak melihat orang gila yang sedang membuat bangunan dengan pasir diatas sungai, setiap kali air sungai itu surut ia tumpukan pasir untuk membangun bangunannya  ... dan ketika air sungai itu pasang maka bangunannya menjadi hancur kembali .....pekerjaannya itu dilakukannya berulang – ulang.

Bapak bertanya kepada orang gila itu ” Apa yang sedang kamu lakukan ?. ”Aku sedang membuat bangunan dengan pasir diatas air” jawabnya. ”Bapak bilang itu adalah pekerjaan yang sia – sia ”. Orang gila menjawab ” Ya ... begitu juga dengan orang orang yang berdoa ingin berubah tetapi tidak melakukan apa-apa! Hanya orang gila yang mengharapkan itu ! pengen berubah tetapi tidak melakukan apapun.. Kita berubah karena kita bergerak dan berusaha bukan kerena mantra atau sastra” Jawabnya sambil pergi meninggalkan  Bapak.

Ketiga anak remaja itu terbengong – bengong dan bingung sebenarnya selama ini siapa yang gila ya ......” katanya dalam hati masing – masing sambil bersuara ” O hhh  hhhhh” 

Cerita 2: Belajar Saja Tidak Cukup!!

”Dhe ... Dhe ! Kenapa melamun saja sih! Dhe ” Ehm ehm ... lagi mikirin seseorang yang kamu suka kah .... !”
”Pagi pagi begini kok melamun. Lebih baik kita berolah raga atau menyiran tanaman ! Sambil berpikir betapa kita beruntung bisa menikmati suasana pagi hari yang sejuk dengan nyaman atas ijin-NYA. ...
”Ya .. ya .... kaka benar Ka... ”, jawab Radhe kepada kakanya Gia.
”Apa sih yang dilamunkan ?”
”Aku sedang melamunkan sesuatu yang muncul dari pikiranku ....  tentang Proses Belajar  yang kemarin Ibu Tara bilang samu aku dan Tara ... ”
”Oh ya ... apakah itu merupakan sesuatu yang menarik buat kamu ?”  atau apakah ada sesuatu yang masih belum kamu mengerti ? sehingga sedari tadi Kaka perhatikan kamu melamun begitu asik ..  hi hi hi ? goda Kakanya. ”Baiklah ...   silahkan melamun kembali ... ” lanjutnya sambil meninggalkan Radhe sendirian.

Radhe melanjutkan lamunannya yang belum selesai. Membiarkan pikirannya menembus pintu pintu langit, membukanya satu demi satu. Didapatkanya  begitu banyak hal yang bisa dan harus dipelajari: pelajaran sekolah, pelajaran agama, pelajaran tentang ahlak dan budi pekerti, pelajaran tentang alam, pelajaran matematika, fisika, kimia, Pelajaran melukis, pelajaran bernyanyi dan lainnya. Semua terangkum dalam tiga bagian besar: Ilmu, Agama dan Seni, yang saling mendukung untuk menguak siapa sebenarnya yang menciptakan alam dengan segala apa yang terkandung didalamnya..

”Radhe ..... ”,  Bapak dan Ibu Radhe menghampiri anaknya yang masih mengenakan kain sarung yang digunakannya untuk sholat sedari shubuh tadi. Radhe mengucek-ngucek kedua matanya berusaha untuk menghentikan lamunan dan memusatkan pikirannya, kemudian tersenyum penuh kasih dan bahagia melihat kedua orang tuangnya yang begitu menyayangi dan memperhatikannya.

”Ya Abi ...Ya Umi ..... adakah yang bisa Radhe lakukan untuk Umi dan Abi ?” jawabnya takzim penuh hormat..” Tidak ... tidak ... Abi dan Umi hanya khawatir dengan kamu .., Sedari tadi kamu hanya duduk termenung di tempat belajarmu”, jawab Bapak Kamal sambil mencium kening anak laki-lakinya yang disusul dengan hal serupa oleh Ibu Radhe.

”Ada apa sebenarnya Nak ?”, tanya Ibu Radhe. ”Tidak Bu .. Radhe hanya berpikir kenapa orang harus belajar ?, Apakah ayah dan ibu juga harus belajar ? jawabnya balik bertanya. Ibu Radhe tersenyum dan kemudian menjawab ”Iya Nak, semua orang harus belajar, termasuk Ayah dan Ibu bahkan termasuk semua guru-gurumu, mereka tetap harus belajar, Belajar adalah hal yang diperintahkan oleh Tuhan pencipta kita. Dari mulai kita kecil sampai kita meninggal nanti proses belajar harus terus dilakukan, sehingga kita menjadi pribadi yang mendekati bahkan sempurna untuk kembali kepada-Nya”, Ibu Radhe menjelaskan dengan bahasa yang lemah lembut.


Bapak Kamal mengangguk nganguk tanda setuju dengan jawaban istri terkasihnya itu dan berkata ”Tapi Nak ..., ingat satu hal, Belajar saja tidak cukup !!, belajar tidak sama dengan keluhuran budi. Memang benar kita harus belajar untuk mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang benar dan mana yang salah, jika menginginkan kebaikan dan menghindari kejahatan. Tetapi apapun yang kamu pelajari  harus meresap kedalam pikiran dan tindakan dalam hidup!!. Hanya dengan cara itu orang bisa menjadi berbudi mulia. Pelajaran dan pengetahuan yang tidak diresapi hanya akan menjadi tumpukan keterangan yang membebani pikiran  dan tidak menghasilkan keluhuran budi.
Pembelajaran yang dihasilkan seperti itu tidak lebih hanya seperti tampilan luar. Ibarat Piring ... bukan bagian dari makanan, Ibarat pakaian, bukan bagian dari diri kita !!.  Banyak-banyaklah membaca Nak ... Banyak - banyaklah bergaul dengan para guru dan para pemilik ilmu ? Membaca adalah langkah pertama yang harus dilakukan. Bacalah yang tampak .., seperti buku buku yang ada, dan bacalah yang tidak tampak seperti kondisi sekitar dirimu dimanapun kamu berada !!.

Radhe tertegun dengan penjelasan kedua orang tuanya dan kemudian memeluk mereka dengan penuh kasih, kasih sepenuh langit dan bumi...

Cerita 1 . Belajar Singkat ??

Pada hari Sabtu yang panas di bulan Mei, tepat pukul tiga, Radhe tiba di rumah temannya, Tara, di daerah di luar kota Bogor, Ciapus. Angin semilir menyambutnya dengan ramah.  Ia baru saja mengikuti test ujian masuk SMA Negeri disalah satu tempat bimbingan belajar di Bogor. Dia datang diantar oleh Bapaknya, Kamal. Tidak banyak yang dibicarakan didalam perjalanan tadi. Masing masing sibuk dengan pikirannya.

Sang anak berpikir bagaimana caranya untuk memberitahukan kepada Bapaknya bahwa dia belum sepenuhnya bisa menjawab semua soal ujian masuk yang diberikan. Sang ayah berpikir bagaimana memberikan pengarahan yang benar kepada anaknya.

”Tara .......!! Radhe datang tuh .....”  sahut Ibunya, mengingatkan anaknya yang sedang asik sedari tadi membaca salah satu buku paforitnya, ”Riwayat Tomas Alfa Edison”. Tara adalah sahabat karib Radhe,  teman sebangku, sekampung dan sepermainan. Tara menutup buku yang dibacanya dan bergegas menyambut Radhe.

”Gimana soal ujiannya tadi .... Dhee” tanyanya penuh rasa ingin tahu. ”  Biasa aja Ra ...” jawabnya singkat.  ”Maksudmu ???”, tanya Tara penasaran. Radhe mengerlingkan matanya kearah Tara, memberikan insyarat untuk diam. Tara mengernyitkan dahinya tanda tidak setuju tapi akhirnya terdiam dan mengerti bahwa Radhe tidak suka ditanya soal ujian tadi didepan Bapaknya.

”Radhe ayah pulang duluan... kamu jangan pulang tertalu malam..” Bapaknya mengingatkan. ”Baik Abi.. Radhe  akan ada di rumah sebelum waktu Isya” jawabnya.
”Mainnya jangan nakal ya ...” Jawab Bapaknya sambil menyalakan motornya dan bergegas pergi. Rumah Radhe hanya terpisah oleh satu hektar kebun mangga milik Bapak H. Bunbun dari rumah Tara.

”Ra ... tadi aku ga bisa menjawab semua soal yang diberikan, padahal aku sudah belajar seharian suntuk ..”, keluh Radhee kepada Tara. Tara terdiam tidak percaya dengan apa yang didengarnya. Mana mungkin seorang Radhe yang jenius tidak bisa menjawab soal ujian Try Out pikirnya. ”Kenapa bisa begitu ? apakah kamu sedang tidak enak badan ?” ataukah kamu sedang ada yang dipikirkan ??”, Tara mencoba mencari jawaban atas ketidak percayaanya itu.

”Tidak .. tidak..,  aku baik baik saja, dan tidak ada yang aku pikirkan, hanya saja aku cuma belajar sehari pas waktu mau ujian saja ....”, jawabnya sambil tersenyum kecut, terlihat jelas betapa dia sangat menyesal dengan apa yang telah dilakukannya. 


Keseriuan mereka berdua seketika buyar ketika Ibu Tara datang membawa makanan kecil dan minuman, yang memang sedari tadi mendengarkan apa yang sedang dibicarakan kedua anak yang mau beranjak remaja itu , sambil berkata ”Ini Ibu buatkan kue ... di coba ya ....”, sambil duduk sejenak bersama mereka. Tara dan Radhe langsung melahap kue kue kecil yang datang.

”Tara ... apakah kamu sudah selesai membaca buku Riwayat Tomas Alfa Edisonnya ” Tanya Ibu Tara kepada anaknya. ”Sudah Bu”, jawab Tara singkat. ” Coba Jelaskan sama Ibu nak”, Ibu Tara mencoba untuk menyelidik sebarapa jauh pemahaman anaknya terhadap buku yang sudah dibacanya.

”Begini  Bu ..,  bahwa untuk berhasil, seseorang harus terus menerus belajar dan mencoba tanpa mengenal putus asa. Ketika menemukan kesulitan harus dihadapi dengan terus mencoba dan  mencoba lagi sampai pada akhirnya, kita menemukan jawaban atas kesulitan kita ... atas permasalahan kita”  jawab Tara menjelaskan.

”Iya... benar apa yang kamu simpulkan, tidak ada sesuatupun yang bisa dipelajari dalam waktu singkat, semua perlu proses dan semua perlu waktu. Tidak ada cara instant untuk mempelajari sesuatu!!.  Ada dua aturan untuk belajar, yang pertama adalah lakukan selangkah demi selangkah dan yang kedua adalah jika merasa belum mampu untuk maju lagi, kembalilah keaturan yang pertama !!. Ibu Tara menjelaskan.

Radhe dan Tara terdiam, mencoba memahami apa yang telah disampaikan oleh Ibu Tara. Perlahan lahan ada semangat yang merayap dan menyelusup kedalam hati  kedua anak remaja tersebut untuk terus belajar dan bertumbuh. ”Bagi Radhe ketidakbisaannya mengerjakan soal ujian Try Out adalah kesalahan yang tidak tak akan diulanginya  untuk yang kedua kali.  

“Rasa, Nilai, Semangat dan Keiklhasan “

Sadarkah kita selama ini kita tidak ubahnya seperti mayat mayat yang hidup dan berjalan hilir mudik kesana kemari, di kontrol oleh apa yang selalu kita sebut "kebutuhan". Tanggung jawab dalam hidup (baca: beban hidup) membuat kita melakukan apa saja tanpa mempertimbangkan apa sebenarnya yang sangat ingin kita lakukan. Keterpaksaan beraktivitas, berproses seadanya dalam bekerja/belajar tanpa sadar selalu kita lakukan. Apa yang menjadi "Hasrat Diri" seakan menjadi terlarang untuk terungkap, apalagi menjadi pusat segala pembicaraan dalam forum-forum diskusi.

Bukankah ini pekerjaan yang sangat melelahkan dan sia-sia dalam konteks kata -- Keikhlasan --.  Seseorang berkata  ”Kita adalah apa yang kita pikirkan”, namun bagi saya perkataan itu belum tepat! ”Kita adalah apa yang kita pikirkan, lakukan dan rasakan”. Ini lebih mengena! Karena kita adalah manusia yang diberikan kelebihan oleh Tuhan dengan ”Rasa” yang tidak diberikan kepada mahluk lainnya.

Dengan rasa kita menjadi lebih mengetahui, mengerti,  dan  memahami apa yang sebenarnya yang ada didalam diri kita. Kita menjadi lebih mengenal diri kita sendiri ”. Kita menjadi sadar dan tahu apa yang membuat kita bahagia, sedih, kecewa, benci , marah  dan bahkan hanya dengan rasa kita menyadari apa yang sebenarnya membuat kita lelah dan bersemangat!!!.

Semangat yang ada sangat berhubungan dengan nilai –nilai yang kita percayai. Nilai- nilai inilah yang membangkitkan rasa yang ada dalam diri kita.  Nilai bisa berbentuk materi dan non materi. Namun sayang kebanyakan dari kita, nilai kita tidak lain adalah ”uang” (baca tekanan kebutuhan).  Kita menjadi punya energi lebih untuk melakukan apa yang ada didalam pikiran kita karena dorongan nilai-nilai tersebut. Apakah kita melaksanakan dengan rasa senang atau keterpaksaan ? Hanya kita sendiri yang bisa menjawabnya..

Semangat kata Albert Carr atau  Kata antusias (enthusiast) atau antusiasme (enthusiasm) yang berasal dari bahasa Yunani kuno “entheos” yang berarti “Tuhan di dalam” atau bisa diartikan dengan bahasa sederhana ”Ilham” atau menurut kamus Webster, antusiasme berarti “kegairahan yang kuat terhadap salah satu sebab atau subyek; semangat atau minat yang berapi-api” Semangat  Adalah merupakan sikap. Sikap untuk melakukan sesuatu tanpa paksaan bahkan selalu ingin melakukan yang terbaik, mengarahkan pikiran, perasaan dan tindakan kepada yang positif (lebih bernilai).

Namun sayang ”Rasa Kita” atau  Antusias  yang kita ciptakan adalah merupakan Antusias Yang Mandul (Masih ada keterpaksaan didalam melaksanakannya). Mengapa saya sebut Mandul ? karena rasa antusias yang benar seharusnya akan membangkitkan kekuatan/energi yang selalu ter”baru”kan, tidak mengenal apa yang disebut dengan ”Bosan, Lelah, Kecewa, Benci, Sedih  Atau Marah ....  Yang ada seharusnya selalu menyenangkan dan menyenangkan  (iklhas).